Gunung Lawu memiliki ketinggian 3.265 mdpl terletak diantara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Gunung ini menyandang status gunung api istirahat dan sudah lama tidak melakukan
aktifitasnya. Gunung Lawu memiliki tiga puncak, yaitu Puncak Hargo Dalem, Hargo
Dumiling dan Hargo Dumilah. Di atas puncak Hargo Dumilah terdapat satu tugu dan
biasanya digunakan para pendaki untuk dokumentasi.
Gunung Lawu adalah salah satu gunung di Indonesia yang
sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Suro banyak
orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena populernya, di puncak
gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan. Pedagang makanan yang terkenal
adalah warung Mbok Yem. Di warung ini dapat bersantai sejenak melepas lelah
sambil menyantap hidangan khas warung.
Pendakian dapat dimulai dari dua basecamp. Yang pertama melewati
jalur Cemoro Kandang di Tawangmangu,
Jawa Tengah, dan yang kedua melewati jalur Cemorosewu, di Sarangan, Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya
200 m. Sebenarnya ada via Candi Cetho namun sepertinya belum diketahui oleh banyak
orang.
Wisata
Kawasan wisata di lereng gunung lawu berada di daerah
Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat
dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung
ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat
komplek ini terletak Astana Giribangun, untuk
keluarga presiden kedua Indonesia, Soeharto.
Misteri Gunung Lawu
Menurut legenda, Gunung Lawu merupakan kerajaan pertama di pulau Jawa yang dipimpin oleh raja yang dikirim dari Khayangan karena terpana melihat keindahan alam diseputar Gunung Lawu. Sejak jaman kerajaan Majapahit pada abad ke 15 hingga kerajaan Mataram II banyak upacara spiritual diselenggarakan di Gunung Lawu. Hingga saat ini Gunung Lawu masih mempunyai ikatan yang erat dengan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta terutama pada bulan Suro. Nama asli Gunung Lawu adalah Wukir Mahendra.
Menurut legenda, Gunung Lawu merupakan kerajaan pertama di pulau Jawa yang dipimpin oleh raja yang dikirim dari Khayangan karena terpana melihat keindahan alam diseputar Gunung Lawu. Sejak jaman kerajaan Majapahit pada abad ke 15 hingga kerajaan Mataram II banyak upacara spiritual diselenggarakan di Gunung Lawu. Hingga saat ini Gunung Lawu masih mempunyai ikatan yang erat dengan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta terutama pada bulan Suro. Nama asli Gunung Lawu adalah Wukir Mahendra.
Terdapat sebuah bangunan di sekitar puncak Argodumilah
yang disebut Hargo Dalem yang banyak disinggahi para peziarah. Di sekitar Hargo
Dalem ini banyak terdapat bangunan dari seng yang dapat digunakan untuk
bermalam dan berlindung dari hujan dan angin. Terdapat warung makanan dan
minuman yang sangat membantu bagi pendaki dan pejiarah yang kelelahan, lapar,
dan kedinginan. Inilah keunikan Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 mdpl,
terdapat warung di dekat puncaknya.
Di sana ada sebuah mata air yang disebut Sendang Drajad,
sumber air ini berupa sumur dengan garis tengah 2 meter dan memiliki kedalaman
2 meter. Meskipun berada di puncak gunung sumur ini airnya tidak pernah habis
atau kering walaupun diambil terus menerus.
Juga ada sebuah gua yang disebut Sumur Jolotundo
menjelang puncak, gua ini gelap dan sangat curam turun ke bawah kurang lebih
sedalam 5 meter. Gua ini dikeramatkan oleh masyarakat dan sering dipakai untuk
bertapa.
Pasar Diyeng atau Pasar Setan, berupa prasasti batu yang
berblok-blok, pasar ini hanya dapat dilihat secara gaib. Pasar Diyeng akan
memberikan berkah bagi para pejiarah yang percaya. Bila berada ditempat ini
kemudian secara tiba-tiba kita mendengar suara “mau beli apa dik?” maka
segeralah membuang uang terserah dalam jumlah berapapun, lalu petiklah daun
atau rumput seolah-olah kita berbelanja. Menurut kepercayaan masyarakat
setempat, kita akan memperoleh kembalian uang dalam jumlah yang sangat banyak.
Pasar Diyeng/Pasar Setan ini terletak di dekat Hargo Dalem.
Konon katanya gunung Lawu merupakan pusat kegiatan
spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya
keraton, semisal upacara labuhan setiap bulan Sura (muharam) yang dilakukan
oleh Keraton Yogyakarta. Dari visi folklore, ada kisah mitologi setempat yang
menarik dan menyakinkan siapa sebenarnya penguasa gunung Lawu dan mengapa
tempat itu begitu berwibawa dan berkesan angker bagi penduduk setempat atau
siapa saja yang bermaksud tetirah dan mesanggarah. Walaupun begitu kita boleh mempercayai
ataupun tidak, namun kita harus tetap menghargai budaya dan adat istiadat yang
telah lama ada ini. Dan terus menjaga alam lawu beserta isinya.
0 komentar:
Posting Komentar